Cara berpikir terkait dengan jenisnya. Ada dua jenis berpikir, yaitu berpikir autistik dan berpikir realistik. Dalam bahasa Arab, berpikir jenis pertama berpadanan dengan istilah tamani yang dalam bahasa Indonesia diberi padanan dengan melamun. Melamun yang merupakan padanan kata tamani adalah memikirkan suatu objek yang tidak realistis atau tidak mungkin terjadi. Seseorang yang melamun agar kembali ke masa mudanya, menurut orang Arab, adalah ber-tamani. Adapun memikirkan suatu objek yang tidak ada, namun kemungkinan terjadinya bukan hal mustahil, dinamai orang Arab sebagai tafaji Contoh yang sangat populer untuk melamun seperti ini adalah lamunan seseorang anak muda yang membayangkan dapat bertemu dengan kekasihnya. Sebenarnya, masih ada lagi jenis melamun ketiga, yaitu tawaqqu'. Melamun jenis ketiga ini adalah melamunkan tentang keselamatan orang lain. Dalam bahasa Sunda dikenal istilah mikamelang.
Berpikir jenis kedua adalah berpikir realistik. Orang bule menyebut -jenis ini dengan reasoning- yang diberi padanan oleh orang indonesia dengan menalar. Objek yang dipikirkan dalam berpikir alistik adalah dunia nyata. Apakah kita lebih banyak berpikir realistik atau berpikir autistik? Jawabannya nanti saja. Sekarang kita simak dulu khotbah Floyd L, Ruch tentang pembagian berpikir realistik. Ada tiga macam berpikir realistik.
a. Berpikir deduktif
Berpikir deduktif adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan. Pernyataan pertama bersifat umum. Dalam istilah ilmu mantik disebut dengan muqaddimah kubra. Adapun pernyataan kedua bersifat khusus. Dalam istilah ilmu mantik disebut dengan muqaddimah sughra. Ilmu logika menyebut pengambilan kesimpulan ini dengan istilah silogisme, sedangkan dalam ilmu mantik disebut qadhiyah. Contoh yang sangat populer untuk berpikir deduktif adalah:
· Manusia adalah hewan yang berpikir. Suparman adalah manusia. Jadi, Suparman adalah hewan yang berpikir.
Kesimpulan dalam ilmu mantik dinamai dengan natijah. Natijah dapat saja keliru, bila tidak memerhatikan validitas muqadcimah sughra dan kubra. Di antara muqaddimah sughra dan kubra terdapat penyambung yang oleh ahli mantik disebut nisbah. Bila tidak memerhatikan nisbah, ketika membuat kesimpulan dan satu qadhiyah, bisa saja terjadi tasalsul yaitu berputar hingga tidak ada kesimpulan, atau ada kesimpulan, namun keliru.
Contoh paling populer adalah: Tuan Peter takut oleh tikus, Tikus takut oleh kucing, Kucing takut oleh anjing, Anjing takut oleh Tuan Peter. Jadi, Tuan Peter takut oleh dirinya sendiri.
b. Berpikir induktif
Berpikir induktif adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan yang dimulai dengan pernyataan khusus kemudian mengambil kesimpulan umum. Istilah populer —tetapi cukup sulit dipahami— untuk menyebut berpikir induktif adalah generalisasi. Kita bertemu dengan Nikma, mahasiswa Fakultas Syariah. la pandai menghitung pembagian waris. Kemudian, kita berjurnpa dengan Lutfiyah, Ina, Dewi, Yuyun, Siti, dan Ojang. Semuanya mahasiswa Fakultas Syariah dan pandai menghitung pembagian waris. Kita menyimpulkan bahwa mahasiswa Fakultas Syariah pandai menghitung pembagian waris. Kesimpulan kita terhadap kepandaian ilmu waris mahasiswa Fakultas Syariah adalah berpikir induktif atau generalisasi.
Ketepatan berpikir induktif bergantung pada kasus yang dijadikan dasar, apakah memadai atau tidak. Jumlah tujuh orang mahasiswa Fakultas Syariah yang dijadikan sampel belum tentu tepat untuk menyatakan bahwa seluruh mahasiswa Fakultas Syariah pandai dalam ilmu waris. Kalau jumlah mahasiswanya hanya delapan atau sembilan, berpikir induktif itu bisa —bahkan sangat mendekati— benar. Akan tetapi, bila jumlahnya sekitar seribu, kesimpulan itu terlalu salah, bukan sekadar salah.
c. Berikir Evaluatif
Berfikir evaluatif adalah berpikir kritis, menilai baik-buruk, dan menghukumi tepat atau tidak suatu gagasan. Dalam berpikir ini, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan.
Berpikir evaluatif terkait dengan motif emosional. Seorang pria diminta menilai hal ihwal dua orang wanita. Yang satu pacarnya, sedangkan yang satunya lagi adalah mantan pacarnya yang putus gara-gara suka pria lain. Dari berbagai aspek apa pun, wanita yang menjadi pacamya sekarang akan bernilai lebih dibanding mantan pacarnya.
Demikian, khotbah Floyd L. Ruch tentang pembagian berpikir reaUstik. Saya ingin memenuhi janji untuk membicarakan apakah kita lebih banyak berpikir realistik atau berpikir autistik? Menurut salah satu para psikolog kognitif modem, Morton Hunt, kita lebih sering berpikir autistik dibanding dengan realistik. Secara sederhana, kita lebih banyak berpikir tidak logis dibanding berpikir logis. Bahkan, menurut Hunt, berpikir logis bukan kebiasaan kita atau hal alamiah. Dalam kehidupan sehari-hari, berpikir tidak logis lebih mendominasi kita.